Jumat, 21 Januari 2011

PRAKIRAAN CUACA BERDASARKAN SKALA METEOROLOGI



Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah tropis, diantara Benua Asia dan Australia, diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dilalui garis katulistiwa, terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur, terdapat banyak selat dan teluk, menyebabkan wilayah Indonesia rentan terhadap perubahan iklim/cuaca.

Keberadaan wilayah Indonesia sebagaimana tersebut, kondisi iklimnya akan dipengaruhi oleh fenomena global seperti El Nino, La Nina, Dipole Mode, dan Madden Julian Oscillation (MJO), disamping pengaruh fenomena regional, seperti sirkulasi monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis atau Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhan awan, serta kondisi suhu muka laut di sekitar wilayah Indonesia.

Sementara kondisi topografi wilayah Indonesia yang bergunung, berlembah, serta banyak pantai, merupakan fenomena lokal yang menambah beragamnya kondisi iklim di wilayah Indonesia, baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu. Berdasarkan hasil analisis data periode 30 tahun (1971-2000), secara klimatologis wilayah Indonesia terdapat 293 pola iklim, dimana 220 pola merupakan Zona Musim (ZOM) yaitu mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau (pola Monsun), sedangkan 73 pola lainnya adalah Non Zona Musim (Non ZOM). Daerah Non ZOM pada umumnya memiliki ciri mempunyai 2 kali puncak hujan dalam setahun (pola Ekuatorial), sepanjang tahun curah hujannya tinggi atau rendah, dan waktu terjadinya musim hujan dan musim kemarau kebalikan dengan daerah ZOM (pola Lokal).

      A. Fenomena Global yang Mempengaruhi Iklim / Musim di Indonesia

          1.    El Nino dan La Nina

El Nino merupakan fenomena global dari sistem interaksi lautan atmosfer yang ditandai memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik Tengah (Nino 3,4) atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari rata-ratanya).  Sementara, sejauhmana pengaruhnya El Nino di Indonesia, sangat tergantung dengan kondisi perairan wilayah Indonesia.  Fenomena El Nino yang berpengaruh di wilayah Indonesia dengan diikuti berkurangnya curah hujan secara drastis, baru akan terjadi bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin. Namun bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup hangat tidak berpengaruh terhadap kurangnya curah hujan secara signifikan di Indonesia.  Disamping itu, mengingat luasnya wilayah Indonesia, tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
Sedangkan La Nina merupakan kebalikan dari El Nino ditandai dengan anomali suhu muka laut negatif (lebih dingin dari rata-ratanya) di Ekuator Pasifik Tengah (Nino 3,4).  Fenomena La Nina secara umum menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat bila dibarengi dengan menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia.  Demikian halnya El Nino, dampak La Nina tidak berpengaruh ke seluruh wilayah Indonesia .


     2.  Dipole Mode

Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut–atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera.  Perbedaan nilai anomali suhu muka laut dimaksud disebut sebagai Dipole Mode Indeks (DMI).
Untuk DMI positif, umumnya berdampak kurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, sedangkan nilai DMI negatif, berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.  
      
3.    Madden Julian Oscillation

Madden Julian Oscillation (MJO) mengindikasikan osilasi aktivitas pertumbuhan awan-awan sepanjang jalur dimulai dari atas perairan Afrika Timur hingga perairan Pasisfik bagian barat (utara Papua). Periode osilasinya relatif pendek, sekitar 30-50 hari (intra seasonal). Dengan demikian analisis MJO terhadap penyusunan Prakiraan Musim Hujan 2010/2011, lebih digunakan sebagai bahan pertimbangan khususnya untuk memprakirakan Awal Musim Hujan 2010/2011.

B.  Fenomena Regional yang Mempengaruhi Iklim/Musim di    Indonesia

      1.  Sirkulasi Monsun Asia – Australia

Sirkulasi angin di Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun yang mengakibatkan sirkulasi angin di Indonesia umumnya adalah pola monsun, yaitu sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah setiap setengah tahun sekali. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia.
            
2.   Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (Inter Tropical   Convergence Zone / ITCZ)

            ITCZ merupakan daerah tekanan rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa.  Wilayah Indonesia yang berada di sekitar khatulistiwa, maka pada daerah-daerah yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadinya pertumbuhan awan-awan hujan.  

      3.  Suhu Muka Laut di Wilayah Perairan Indonesia
                
Kondisi suhu muka laut di wilayah perairan Indonesia dapat digunakan sebagai salah satu indikator banyak-sedikitnya kandungan uap air di atmosfer, dan erat kaitannya dengan proses pembentukan awan di atas wilayah Indonesia.  Jika suhu muka laut dingin berpotensi sedikitnya kandungan uap air di atmosfer, sebaliknya panasnya suhu muka laut berpotensi cukup banyaknya uap air di atmosfer. 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

two thumbs UP >>>>>