Minggu, 09 Oktober 2011

PROFIL FENOMENA CUACA DAN IKLIM DI INDONESIA


Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah tropis, diantara Benua Asia dan Australia, diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dilalui garis katulistiwa, terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur, terdapat banyak selat dan teluk, menyebabkan wilayah Indonesia rentan terhadap perubahan iklim/cuaca.
Keberadaan wilayah Indonesia sebagaimana tersebut, kondisi iklimnya akan dipengaruhi oleh fenomena global seperti El Nino, La Nina, Dipole Mode, dan Madden Julian Oscillation (MJO), disamping pengaruh fenomena regional, seperti sirkulasi monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis atau Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhan awan, serta kondisi suhu permukaan laut di sekitar wilayah Indonesia.
Sementara kondisi topografi wilayah Indonesia yang bergunung, berlembah, serta banyak pantai, merupakan fenomena lokal yang menambah beragamnya kondisi iklim di wilayah Indonesia, baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu. Berdasarkan hasil analisis data periode 30 tahun (1971-2000).
Secara klimatologis wilayah Indonesia terdapat 293 pola iklim, dimana 220 pola merupakan Zona Musim (ZOM) yaitu mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau (pola Monsun), sedangkan 73 pola lainnya adalah Non Zona Musim (Non ZOM). Daerah Non ZOM pada umumnya memiliki ciri mempunyai 2 kali puncak hujan dalam setahun (pola Ekuatorial), sepanjang tahun curah hujannya tinggi atau rendah, dan waktu terjadinya musim hujan dan musim kemarau kebalikan dengan daerah ZOM (pola Lokal).
Setiap Fenomena Meteorologi dilihat berdasarkan skala meteorologinya,sehingga skala meteorologi dibagi dalam 4 skala katagori yaitu:
a) Skala Mikro (Contoh proses didalam awan, termasuk proses pembentukan awan)
b) Skala Meso (Tornado atau Angin Putting Beliung,Angin Darat/Laut)
c) Skala Synoptik (Siklon Tropis, ITCZ)
d) Skala Global ( MJO, Dipole Mode,El Nino/La Nina)
A. Fenomena Global yang Mempengaruhi Iklim / Musim di Indonesia
1. El Nino dan La Nina
El Nino merupakan fenomena global dari sistem interaksi lautan atmosfer yang ditandai memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik Tengah (Nino 3,4) atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari rata-ratanya). Sementara, sejauhmana pengaruhnya El Nino di Indonesia, sangat tergantung dengan kondisi perairan wilayah Indonesia. Fenomena El Nino yang berpengaruh di wilayah Indonesia dengan diikuti berkurangnya curah hujan secara drastis, baru akan terjadi bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin. Namun bila kondisi suhu perairan Indonesia cukup hangat tidak berpengaruh terhadap kurangnya curah hujan secara signifikan di Indonesia. Disamping itu, mengingat luasnya wilayah Indonesia, tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
Sedangkan La Nina merupakan kebalikan dari El Nino ditandai dengan anomali suhu muka laut negatif (lebih dingin dari rataratanya) di Ekuator Pasifik Tengah (Nino 3,4). Fenomena La Nina secara umum menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat bila dibarengi dengan menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia. Demikian halnya El Nino, dampak La Nina tidak berpengaruh ke seluruh wilayah Indonesia .
2. Dipole Mode
Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut–atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut dimaksud disebut sebagai Dipole Mode Indeks (DMI). Untuk DMI positif, umumnya berdampak kurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, sedangkan nilai DMI negatif, berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.
3. Madden Julian Oscillation
Madden Julian Oscillation adalah fluktuasi musiman atau gelombang atmosfer yang terjadi di kawasan tropik, MJO berkaitan dengan variabel cuaca penting di permukaan maupun lautan pada lapisan atas dan bawah. Seperti variabel arah dan kecepatan angin, perawanan, curah hujan, suhu muka laut, penguapan di permukaan laut, Madden Julian Oscillation (MJO)
mengindikasikan osilasi aktivitas pertumbuhan awan-awan sepanjang jalur dimulai dari atas perairan Afrika Timur hingga perairan Pasisfik bagian barat (utara Papua). Periode osilasinya relatif pendek, sekitar 30-60 hari (intra seasonal). Dengan demikian analisis MJO terhadap penyusunan Prakiraan Musim Kemarau 2010, lebih digunakan sebagai bahan pertimbangan khususnya untuk memprakirakan Awal Musim Kemarau 2010.
Cakupan MJO:
1. Nothern Tropics (2.5N-17.5N);
2. Near Equatorial (7.5S-7.5N);
3. Southern Tropics (17.5S-2.5S);
4. Wide Tropics (15.S-15.N)
MJO mempunyai cakupan skala ruang yang luas, MJO berkaitan dengan OLR, jika OLR (-) maka daerah yang dilintasi banyak awan hujan, jika (+) cenderung kurang banyak pertumbuhan awan hujannya.
B. Fenomena Regional yang Mempengaruhi Iklim / Musim di Indonesia
1. Sirkulasi Monsun Asia – Australia
Monsun adalah sirkulasi angin yang berhembus secara periodik pada suatu periode (minimal 3 bulan) dan pada periode yang lain polanya akan berlawanan. Sirkulasi angin di Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun yang mengakibatkan sirkulasi angin di Indonesia umumnya adalah pola monsun, yaitu sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah setiap setengah tahun sekali. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia.
2. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (Inter Tropical Convergence Zone / ITCZ)
ITCZ merupakan daerah tekanan rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi matahari ke arah utara dan selatan
khatulistiwa, biasanya berada antara 10 derajat LU dan LS dekat equator. ITCZ merupakan area dengan tekanan rendah dimana gaya Corioli dan Gradien tekanan lapisan bawah lemah. Wilayah Indonesia yang berada di sekitar khatulistiwa, maka pada daerah daerah yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadinya pertumbuhan awan-awan hujan.
3. Suhu Permukaan Laut di Wilayah Perairan Indonesia (SST)
Kondisi suhu permukaan laut di wilayah perairan Indonesia dapat digunakan sebagai salah satu indikator banyak-sedikitnya kandungan uap air di atmosfer, dan erat kaitannya dengan proses pembentukan awan di atas wilayah Indonesia. Jika suhu muka laut dingin berpotensi sedikitnya kandungan uap air di atmosfer, sebaliknya panasnya suhu permukaan laut berpotensi cukup banyaknya uap air di atmosfer.
Pengertian Singkat Fenomena lain:
Downburst adalah Sentakan udara dingin ke permukaan bumi dari kejadian TS atau SH. Berkaitan dengan Mikroburst yaitu meliputi area dengan diameter <4 km dalam durasi singkat <5 menit.Biasanya berasal dari CB.
Eddy adalah Sirkulasi di atmosfer yang memiliki vortisitas dalam suatu daerah, dengan durasi harian dan biasanya cenderung banyak hujan yang terlewati eddy.
Divergensi adalah Angin dalam bentuk beraian horizontal pada lapisan 200 mb terlihat jelas.yang biasanya diindikasikan dengan cuaca baik.
Cuaca Ekstrim adalah fenomena fisis atmosfer di suatu tempat, pada waktu tertentu dan berskala jangka pendek dan bersifat ektrim.
Katagori Ektrim dari BMKG:
 Suhu udara permukaan >34 c
 Kecepatan angin >24 Knot
 Curah hujan dalam 1 hari >49 mm
Gusty adalah Fluktuasi kecepatan angin yang terjadi berubah significant tiba-tiba dan sangat cepat. Puncak angin sekurang2nya 16 KT dan variasi antaranya 10 KT. Durasi biasanya 20 menit
Turbulensi adalah Gerakan udara yang tdak teratur dan seketika yang dihasilkan dari sejumlah eddy kecil yang menjalar di udara. Hal ini di sebabkan fluktuasi aliran angin yang acak, konvektif, zona front, variasi temperature, dan tekanan.
Konveksi adalah proses pemanasan vertical yg membawa uap air pada siang hari shhga dapat membantu proses pembentukan awan tebal menjulang tinggi, biasanya terjadi hujan tiba2 petir dan angin kencang.
TC adalah pusaran angin pada system tekanan rendah yang mempunyai kecepatan angin lebih dari 34kt atau lebih di lautan luas.
Perbedaan TC dan putting beliung by pak zakir:
Lapisan Vertikal Atmosfer
1. Lapisan Troposfer
Gejala cuaca seperti awan, petir, topan, badai, hujan terjadi pada lapisan ini. Pada lapisan ini terdapat penurunan suhu karena lapisan troposfer menyerap sedikit radiasi gelombang pendek matahari,sementara permukaan tanah memberikan panas pada lapisan troposfer yang ada di atasnya baik melalui konduksi, konveksi, adveksi, turbulensi, serta ada proses kondensasi dan sublimasi yang dilepaskan oleh uap air atmosfer. Konduksi adalah proses pemanasan secara merambat atau bersinggungan. Konveksi adalah proses pemanasan secara vertikal. Adveksi adalah proses pemanasan secara horizontal. Turbulensi adalah proses pemanasan secara tidak beraturan. Kondensasi adalah proses pendinginan yang mengubah wujud uap air menjadi air. Sublimasi adalah proses perubahan wujud es menjadi uap air.
Ciri - ciri lapisan troposfer :
Pertukaran panas banyak terjadi pada troposfer bawah, sehingga suhu turun dengan bertambahnya ketinggian pada situasi meteorologi, ilmu tentang cuaca. Nilainya berkisar antara 0,5°C dan 1°C tiap 100 meter dengan rata-rata 0,65°C tiap 100 meter. Di wilayah dataran rendah setiap kenaikan 100 meter, suhu akan mengalami penurunan 0,5° C. Udara troposfer atas sangat dingin sehingga lebih berat dibandingkan dengan udara di atas tropopause yang menyebabkan udara troposfer tidak dapat menembus tropopause. Ketinggian tropopause lebih besar di ekuator daripada di daerah kutub. Di ekuator, tropopause terletak pada ketinggian 18 km dengan suhu -80°C. Sedangkan di kutub tropopause hanya mencapai ketinggian 6 km dengan suhu -40°C. Tropopause adalah lapisan udara yang terdapat di antara troposfer dengan stratosfer.
2. Lapisan Stratosfer
Lapisan atmosfer di atas tropopause merupakan lapisan inversi, artinya suhu udara bertambah tinggi seiring dengan naiknya ketinggian. Disebut juga lapisan isothermis. Kenaikan suhu ini disebabkan oleh lapisan ozonosfer yang menyerap radiasi ultraviolet dari matahari. Bagian atas stratosfer dibatasi oleh permukaan diskontinuitas suhu yang disebut stratopause. Stratopause terletak pada ketinggian 60 km dengan suhu 0°C.
3. Lapisan Mesosfer
Lapisan mesosfer ditandai dengan penurunan orde suhu 0,4°C setiap 100 meter, karena lapisan ini mempunyai keseimbangan radiasi yang negatif. Bagian atas mesosfer dibatasi oleh mesopause yaitu lapisan di dalam atmosfer yang mempunyai suhu paling rendah (-100°C). Ketinggian sekitar 85 km.
4. Lapisan Termosfer
Lapisan ini terletak pada ketinggian 85-300 km yang ditandai dengan kenaikan suhu dari -100°C sampai ratusan bahkan ribuan derajat.Bagian atas lapisan atmosfer dibatasi olehtermopause yang meluas dari ketinggian 300-1000 km. Suhu termopause adalah konstan terhadap ketinggian, tetapi berubah menurut waktu, yaitu berhubungan dengan insolasi (incoming solar radiation). Suhu pada malam hari berkisar antara 300°-1200°C dan pada siang hari 700°-1700°C. Densitas termopause sangat kecil, kira-kira 10 kali densitas atmosfer permukaan tanah.

Tidak ada komentar: